
Peristiwa kebakaran, baik yang disengaja maupun tidak, dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian besar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, setiap bangunan gedung seharusnya memiliki sistem proteksi kebakaran yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Regulasi-regulasi proteksi kebakaran memberikan standar keselamatan agar para penghuni dan pengguna gedung dapat mengevakuasi diri dengan cepat dan aman apabila terjadi kebakaran. Dengan mematuhi ketentuan tersebut, risiko kebakaran dapat diminimalkan dan dampaknya dapat ditanggulangi secara efektif. Berikut ini adalah berbagai peraturan proteksi kebakaran yang berlaku di Indonesia, beserta penjelasan rinci setiap regulasi.
Contents
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung merupakan payung hukum utama yang mengatur penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia. Juga mencakup prinsip, tujuan, dan ruang lingkup penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk persyaratan bangunan gedung yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut terbagi dalam persyaratan administratif dan persyaratan teknis, yang di dalamnya mencakup aspek keselamatan terhadap bahaya kebakaran.
Undang-undang ini mewajibkan setiap bangunan memiliki kemampuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. Artinya, bangunan harus dilengkapi dengan sistem keamanan kebakaran serta peralatan proteksi kebakaran yang sesuai standar. Setelah diubah melalui Undang-Undang Cipta Kerja, beberapa aspek administratif berubah, tetapi kewajiban keselamatan, termasuk proteksi kebakaran, tetap menjadi hal yang fundamental.
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2005 merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 28 Tahun 2002. PP ini memberikan penjabaran rinci tentang ketentuan teknis dan administratif bangunan gedung, termasuk prosedur penerbitan izin mendirikan bangunan dan kriteria keselamatan bangunan.
Salah satu poin penting PP ini adalah ketentuan mengenai keharusan memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebelum gedung digunakan. SLF diberikan jika gedung memenuhi persyaratan keselamatan, termasuk sistem proteksi kebakaran. PP ini kemudian digantikan oleh PP No. 16 Tahun 2021 yang menyesuaikan dengan sistem perizinan berbasis risiko dan memperkenalkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti IMB.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25 Tahun 2007
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25 Tahun 2007 mengatur pedoman teknis mengenai penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). SLF merupakan dokumen resmi yang menyatakan bangunan laik untuk digunakan dan telah memenuhi standar keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan.
Dalam konteks proteksi kebakaran, peraturan ini memastikan bahwa sebelum SLF diterbitkan, sistem proteksi kebakaran harus terpasang dan berfungsi dengan baik. Peraturan ini telah diperbarui melalui Permen PUPR No. 27 Tahun 2018 dan Permen PUPR No. 3 Tahun 2020 untuk menyesuaikan dengan sistem perizinan terbaru dan memperkuat aspek pengawasan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 Tahun 2008
Permen PU No. 26 Tahun 2008 mengatur persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan. Peraturan ini mencakup dua jenis proteksi kebakaran, yaitu aktif dan pasif. Proteksi aktif meliputi sistem alarm, sprinkler, hydrant, dan alat pemadam kebakaran, sedangkan proteksi pasif meliputi penggunaan material tahan api, sekat api, dan jalur evakuasi yang aman.
Peraturan ini juga menekankan pentingnya akses untuk petugas pemadam kebakaran dan larangan menghalangi jalur menuju titik kebakaran. Untuk bangunan dengan tingkat risiko tinggi, dapat diberlakukan persyaratan tambahan, seperti sistem proteksi khusus dan ruang kendali kebakaran.
Regulasi ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang relevan, menjadikannya pedoman teknis utama dalam merancang dan membangun sistem proteksi kebakaran yang andal dan efektif.
Regulasi Tambahan Terkait Proteksi Kebakaran
Selain peraturan-peraturan di atas, terdapat juga Permen PU No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan yang mengatur tentang koordinasi antar instansi dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kebakaran. Pedoman ini mencakup rencana tanggap darurat, sistem ketahanan kebakaran lingkungan, serta penyusunan rencana induk proteksi kebakaran tingkat kota/kabupaten.
Penutup
Dengan memahami dan mematuhi berbagai peraturan proteksi kebakaran yang berlaku, diharapkan setiap pemilik dan pengelola bangunan dapat menyediakan sistem proteksi kebakaran yang andal dan sesuai standar. Hal ini penting untuk meminimalkan risiko kebakaran, menjaga keselamatan penghuni, serta mengurangi dampak kerusakan terhadap bangunan dan lingkungan sekitar. Penyediaan alat dan sistem proteksi kebakaran yang baik bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial demi keselamatan bersama.